Mengenai SBY

Jendral (Purn) TNI DR H Susilo Bambang Yudhoyono atau biasa disingkat SBY adalah Presiden RI ke enam dan Presiden pertama yang dipilih langsung oleh Rakyat Indonesia. Beliau terpilih dalam pemilihan presiden 2004 dengan mengusung agenda "Indonesia yang Aman, Damai, Adil, Demokratis dan Sejahtera". Pada 20 Oktober 2004 Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik beliau menjadi Presiden.

Dari Pacitan ke Istana Kepresidenan
Artikel Terkait
  • Pidato SBY
  • Penghargaan SBY

SBY lahir di lingkungan Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, Jawa Timur pada 9 September 1949. SBY adalah anak tunggal dari pasangan R Soekotjo dan Siti Habibah. Ayahnya R Soekotjo adalah seorang Bintara Angkatan Darat, sementara ibunya, Siti Habibah, putri salah seorang pendiri pondok pesantren Tremas.

R Soektotjo memberi nama Susilo Bambang Yudhoyono karena penuh makna. Susilo berarti orang yang santun dan penuh kesusilaan. Bambang artinya ksatria. Yudho bermakna perang dan Yono berarti kemenangan. Jadi Susilo Bambang Yudhoyono berarti seorang yang santun, penuh kesusilaan, ksatria dan berhasil memenangkan setiap peperangan.

SBY meraih lulusan terbaik AKABRI Darat tahun 1973, dan terus mengabdi sebagai perwira TNI sepanjang 27 tahun. Beliau meraih pangkat Jendral TNI pada tahun 2000. Sepanjang masa itu, beliau mengikuti serangkaian pendidikan dan pelatihan di Indonesia dan luar negeri, antara lain Seskoad di mana pernah pula menjadi dosen, serta Command and General Staff College di Amerika Serikat. Dalam tugas militernya, beliau menjadi komandan pasukan dan teritorial, perwira staf, pelatih dan dosen, baik di daerah operasi maupun markas besar. Penugasan itu diantaranya, Komandan Brigade Infanteri Lintas Udara 17 Kostrad, Panglima Kodam II Sriwijaya dan Kepala Staf Teritorial TNI.

Selain di dalam negeri, beliau juga bertugas pada misi-misi luar negeri, seperti ketika menjadi Commander of United Nations Military Observers dan Komandan Kontingen Indonesia di Bosnia Herzegovina pada 1995-1996.

Setelah mengabdi sebagai perwira TNI selama 27 tahun, beliau mengalami percepatan masa pensiun maju 5 tahun ketika menjabat Menteri di tahun 2000. Atas pengabdiannya, beliau menerima 24 tanda kehormatan dan bintang jasa, diantaranya Satya Lencana PBB UNPKF, Bintang Dharma dan Bintang Maha Putra Adipurna. Atas jasa-jasanya yang melebihi panggilan tugas, beliau menerima bintang jasa tertinggi di Indonesia, Bintang Republik Indonesia Adipurna.

Sebelum dipilih rakyat dalam pemilihan presiden langsung, SBY melaksanakan banyak tugas-tugas pemerintahan, termasuk sebagai Menteri Pertambangan dan Energi serta Menteri Koordinator Politik, Sosial dan Keamanan pada Kabinet Persatuan Nasional di jaman Presiden Abdurrahman Wahid. Beliau juga bertugas sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan dalam Kabinet Gotong-Royong di masa Presiden Megawati Soekarnoputri. Pada saat bertugas sebagai Menteri Koordinator inilah beliau dikenal luas di dunia internasional karena memimpin upaya-upaya Indonesia memerangi terorisme.

SBY juga dikenal aktif dalam berbagai organisasi masyarakat sipil. Beliau pernah menjabat sebagai Co-Chairman of the Governing Board of the Partnership for the Governance Reform, suatu upaya bersama Indonesia dan organisasi-organisasi internasional untuk meningkatkan tata kepemerintahan di Indonesia. Beliau adalah juga Ketua Dewan Pembina di Brighten Institute, sebuah lembaga kajian tentang teori dan praktik kebijakan pembangunan nasional.

SBY adalah seorang penggemar baca dengan koleksi belasan ribu buku, dan telah menulis sejumlah buku dan artikel seperti: Transforming Indonesia: Selected International Speeches (2005), Peace deal with Aceh is just a beginning (2005), The Making of a Hero (2005), Revitalization of the Indonesian Economy: Business, Politics and Good Governance (2002), dan Coping with the Crisis - Securing the Reform (1999). Ada pula Taman Kehidupan, sebuah antologi yang ditulisnya pada 2004. Presiden Yudhoyono adalah penutur fasih bahasa Inggris.

Dia juga seorang ilmuwan teruji, beliau meraih gelar Master in Management dari Webster University, Amerika Serikat tahun 1991. Lanjutan studinya berlangsung di Institut Pertanian Bogor, dan di 2004 meraih Doktor Ekonomi Pertanian. Pada 2005, beliau memperoleh anugerah dua Doctor Honoris Causa, masing-masing dari almamaternya Webster University untuk ilmu hukum, dan dari Thammasat University di Thailand ilmu politik.

SBY adalah seorang Muslim yang taat. Beliau menikah dengan Ibu Ani Herrawati dan mereka dikaruniai dengan dua anak lelaki. Pertama adalah Kapten Inf Agus Harimurti Yudhoyono MSc, lulusan terbaik Akademi Militer tahun 2000 yang sekarang bertugas di satuan elit Batalyon Lintas Udara 305 Kostrad. Putra kedua, Edhie Baskoro Yudhoyono MSc, mendapat gelar bidang Ekonomi dari Curtin University, Australia.

Masa Sekolah Dasar Hingga Masuk AKABRI
Artikel Terkait
  • Pidato SBY
  • Penghargaan SBY

Kendati anak tunggal, SBY hidup dengan prihatin dan kerja keras. Saat di Sekolah Rakyat Gajahmada Desa Purwosari Kecamatan Kebonagung (sekarang SDN Baleharjo I), SBY tinggal bersama pamannya, Sasto Suyitno, ketika itu Lurah desa Ploso, Pacitan. Prestasi SBY saat SR sudah menonjol dan mulai menunjukkan sifat seorang pemimpin dan pemaaf. Saat bertugas sebagai Komandan Peleton SR Gajahmada, ia meraih juara pertama lomba gerak jalan antar SR tingkat Kabupaten Pacitan. Pada Juli 1962 SBY lulus dari SR dengan nilai terbaik.

Tekad SBY untuk menjadi prajurit mengental saat kelas V SR (1961) dan berkunjung ke AMN di kampus Lembah Tidar Magelang. "Saya tertarik dengan kegagahan sosok-sosok taruna AMN yang berjalan dan berbaris dengan tegap waktu itu. Ketika rombongan wisata singgah ke Yogyakarta, saya sempatkan membeli pedang, karena dalam bayangan saya, tentara itu membawa pedang dan senjata," kenang SBY.

Setamat Sekolah Rakyat, SBY masuk SMP Negeri Pacitan yang merupakan idola bagi anak-anak kota 1001 goa tersebut. Di sini SBY terlibat dalam pelbagai kegiatan intra dan ekstra sekolah seperti masak-memasak, kelompok belajar, musik, hingga olahraga khususnya bola voli dan tenis meja.

SBY juga aktif di Pijar Sena, sebuah kompi pelajar serbaguna. Kompi ini pernah bertugas mendata penduduk desa Pager Lot dalam rangka mencari pelarian anggota partai Komunis Indonesia (PKI). Di bidang seni budaya SBY juga belajar lukis dan teater di sanggar seni Dahlia Pacitan pimpinan Gondrong Suparman. Dia juga melahirkan ide membuat majalah dinding dimana dia menjadi editor, menulis artikel seputar sekolah, puisi hingga menulis cerpen.

Setamat SMP, SBY masuk di SMA Negeri Pacitan yang biasa disebut sebagai SMA 271. Di sini SBY tak hanya menonjol pada pelajaran semata, tetapi juga di bidang-bidang lain. Dia tetap rendah hati dan mau berbagi pengetahuan kepada teman. Ia kerap kali tampil mengajar matematika ketika guru yang bersangkutan berhalangan hadir.

Di SMA ini bakat seni SBY semakin berkilau. Ia piawai dalam bermain musik sehingga didaulat menjadi pemain bass gitar band sekolah. Di sini SBY juga meneruskan hobi olahraga kegemarannya, bermain bola voli. Benih-benih sebagai pemimpin berbakat mulai bersemi dalam jiwanya. Akhirnya SBY dinyatakan lulus dari bangku SMA tahun 1968.

SBY sangat berminat masuk militer. Sayangnya karena kesalahan informasi dia terlambat mendaftarkan diri. Untuk menunggu pendafataran berikutnya, SBY sempat mengikuti pendidikan di Fakultas Teknik Mesin Institut Teknologi 10 November Surabaya (ITS), walau hanya sampai tahap orientasi kampus karena dia lebih tertarik untuk masuk ke Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PG-SLP) di Malang, Jawa Timur.

Di Malang ini, SBY mempersiapkan fisik, mental, dan intelektualnya untuk mengikuti ujian penyaringan AKABRI tingkat daerah di Jawa Timur, dan tingkat pusat di Bandung. Menjelang akhir tahun 1969 SBY mendaftar AKABRI di Malang. Berhasil lulus dan melanjutkan tes ke Bandung. Setelah lulus juga dari tes di Bandung ia dikirim ke Magelang untuk mengikuti pendidikan militer mulai awal tahun 1970.

Di AKABRI Magelang, SBY semakin aktif berkegiatan. Ia bergabung dengan drumband AKABRI Darat Cantalokananta sejak tingkat satu. Pada hari libur ia tetap sibuk belajar dan membaca sehingga dijuluki teman-temannya sebagai kutu buku. Sejumlah buku militer dan biografi para tokoh militer asing dilahapnya. Hal ini didukung pula karena sejak SMP, SBY sudah fasih berbahasa Inggris.

Di tahun kedua, saat berpangkat Sersan Taruna, SBY memperoleh "wildcard� yaitu bebas memilih kecabangan karena berprestasi baik 10 besar. SBY memilih kecabangan korps infanteri dan terpilih menjadi Komandan Divisi Korps Taruna membawahi 3.000 taruna Akademi Militer selama satu setengah tahun. Selama 4 tahun di AKABRI SBY menerima berbagai penghargaan di bidang kepribadian, intelektual, hingga fisik. Ia meraih rekor 7 bintang penghargaan yang tak pernah diraih taruna mana pun.

SBY lulus pada 11 Desember 1973, dan berhasil menjadi lulusan terbaik di antara 987 taruna lulusan seangkatannya. SBY lulus dengan penghargaan Bintang Adhi Makayasa yang setara dengan summa cum laude yang berarti yang terbaik seangkatannya mulai dari hal kepribadian, fisik, mental dan akademis.

Karier Militer Hingga Terjun ke Politik
Artikel Terkait
  • Pidato SBY
  • Penghargaan SBY

Tahun 1973, SBY lulus dari Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dengan penghargaan Adhi Makayasa sebagai murid lulusan terbaik dan Tri Sakti Wiratama yang merupakan prestasi tertinggi gabungan mental, fisik, dan intelek. Periode 1974-1976, ia memulai karier di Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad. Pada tahun 1976, ia belajar di Airborne School dan US Army Rangers, American Language Course (Lackland-Texas), Airbone and Ranger Course (Fort Benning) Amerika Serikat.

Kariernya berlanjut pada periode 1976-1977 di Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad, Dan Tn Mo 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977), Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978, Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981, Paban Muda Sops SUAD (1981-1982. Periode 1982-1984, ia belajar di Infantry Officer Advanced Course (Fort Benning) Amerika Serikat.

Tahun 1983, ia belajar pada On the job training in 82-nd Airbone Division (Fort Bragg) Amerika Serikat, Jungle Warfare School (Panama, Kursus Senjata Antitank di Belgia dan Jerman pada tahun 1984, Kursus Komando Batalyon (1985) dan meniti karier di Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985), Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988), dan Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988).

Periode 1998-1989, ia Sekolah Komando Angkatan Darat dan belajar di US Command and General Staff College pada tahun 1991. Periode (1989-1993), ia bekerja sebagai Dosen Seskoad Korspri Pangab, Dan Brigif Linud 17 Kujang 1 Kostrad (1993-1994, Asops Kodam Jaya (1994-1995) dan Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995) serta Chief Military Observer United Nation Peace Forces (UNPF) di Bosnia-Herzegovina (1995-1996). Pada tahun 1997, ia diangkat sebagai Kepala Angkatan Bersenjata dan Staf Urusan Sosial dan Politik. Ia pensiun dari kemiliteran pada 1 April 2001 oleh karena pengangkatannya sebagai menteri.

Lulusan Command and General Staff College (Fort Leavenwort) Kansas Amerika Serikat dan Master of Art (MA) dari Management Webster University Missouri ini juga meniti karier di Kasdam Jaya (1996), dan Pangdam II/Sriwijaya sekaligus Ketua Bakorstanasda. Karier militernya terhenti sebagai Kepala Staf Teritorial (Kaster ABRI) dengan pangkat Letnan Jenderal.

Karier politik dimulai saat tampil sebagai juru bicara Fraksi ABRI menjelang Sidang Umum MPR 1998 yang dilaksanakan pada 9 Maret 1998 dan Ketua Fraksi ABRI MPR dalam Sidang Istimewa MPR 1998. Setelah itu, pada 29 Oktober 1999, SBY diangkat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi di pemerintahan pimpinan Presiden Abdurrahman Wahid. Setahun kemudian, tepatnya 26 Oktober 1999, ia dilantik sebagai Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko Polsoskam) sebagai konsekuensi penyusunan kembali kabinet Abdurrahman Wahid.

Dengan keluarnya Maklumat Presiden pada 28 Mei 2001 pukul 12.00 WIB, Menko Polsoskam ditugaskan untuk mengambil langkah-langkah khusus mengatasi krisis, menegakkan ketertiban, keamanan, dan hukum secepat-cepatnya lantaran situasi politik darurat yang dihadapi pimpinan pemerintahan. Saat itu, Menko Polsoskam sebagai pemegang mandat menerjemahkan situasi politik darurat tidak sama dengan keadaan darurat sebagaimana yang ada dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1959.

Belum genap satu tahun menjabat Menko Polsoskam atau lima hari setelah memegang mandat, ia didesak mundur pada 1 Juni 2001 oleh pemberi mandat karena ketegangan politik antara Presiden Abdurrahman Wahid dan DPR. Jabatan pengganti sebagai Menteri Dalam Negeri atau Menteri Perhubungan yang ditawarkan presiden tidak pernah diterimanya.

Kabinet Gotong Royong pimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri melantiknya sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) pada 10 Agustus 2001. Merasa tidak dipercaya lagi oleh presiden, jabatan Menko Polkam ditinggalkannya pada 11 Maret 2004. Berdirinya Partai Demokrat pada 9 September 2002 menguatkan namanya untuk mencapai kerier politik puncak. Ketika Partai Demokrat dideklarasikan pada 17 Oktober 2002, namanya dicalonkan menjadi presiden dalam pemilu presiden 2004.

Setelah mengundurkan diri dari jabatan Menko Polkam dan sejalan dengan masa kampanye pemilu legislatif 2004, ia secara resmi berada dalam koridor Partai Demokrat. Keberadaannya dalam Partai Demokrat menuai sukses dalam pemilu legislatif dengan meraih 7,45 persen suara. Pada 10 Mei 2004, tiga partai politik yaitu Partai Demokrat, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, dan Partai Bulan Bintang secara resmi mencalonkannya sebagai presiden dan berpasangan dengan kandidat wakil presiden Jusuf Kalla

Masa Kepresidenan

MPR periode 1999-2004 mengamandemen Undang-Undang Dasar 1945 UUD 1945 sehingga memungkinkan presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Pemilu presiden dua tahap kemudian dimenanginya dengan 60,9 persen suara pemilih dan terpilih sebagai presiden. Dia kemudian dicatat sebagai presiden terpilih pertama pilihan rakyat dan tampil sebagai presiden Indonesia keenam setelah dilantik pada 20 Oktober 2004 bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla. Ia unggul dari pasangan Presiden Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi pada pemilu 2004.

Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) sebagai prioritas penting dalam kepemimpinannya selain kasus terorisme global. Penanggulangan bahaya narkoba, perjudian, dan perdagangan manusia juga sebagai beban berat yang membutuhkan kerja keras bersama pimpinan dan rakyat.

Di masa jabatannya, Indonesia mengalami sejumlah bencana alam seperti gelombang tsunami, gempa bumi, dll. Semua ini merupakan tantangan tambahan bagi Presiden yang masih bergelut dengan upaya memulihkan kehidupan ekonomi negara dan kesejahteraan rakyat.

Susilo Bambang Yudhoyono juga membentuk UKP3R, sebuah lembaga kepresidenan yang diketuai oleh Marsilam Simandjuntak pada 26 Oktober 2006. Lembaga ini pada awal pembentukannya mendapat tentangan dari Partai Golkar seiring dengan isu tidak dilibatkannya Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam pembentukannya serta isu dibentuknya UKP3R untuk memangkas kewenangan Wakil Presiden, tetapi akhirnya diterima setelah SBY sendiri menjelaskannya dalam sebuah keterangan pers.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Related Posts with Thumbnails